Dukung Sabung Ayam Jadi Legal: DPRD Bali Sebut Bagian dari Adat Leluhur
Wacana legalisasi sabung ayam kembali menjadi sorotan, khususnya di Bali. Kali ini, pernyataan yang menguatkan datang dari Wakil Ketua DPRD Bali, yang secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap legalisasi sabung ayam tradisional. Menurutnya, sabung ayam bukan sekadar pertarungan hewan, tetapi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual keagamaan dan adat leluhur masyarakat Bali.
Pernyataan ini sontak memicu diskusi publik, antara yang menilai sabung ayam sebagai tradisi budaya dan yang menyorotnya sebagai bentuk perjudian terselubung.
Warisan Budaya atau Pelanggaran Hukum?
Dalam wawancara dengan media lokal, Wakil Ketua DPRD Bali menyampaikan bahwa praktik sabung ayam, atau yang dikenal secara lokal sebagai “tajen”, telah berlangsung selama ratusan tahun di tengah masyarakat Bali. Tajen biasanya diadakan dalam konteks ritual keagamaan seperti pecaruan atau upacara besar adat, di mana persembahan hewan menjadi bagian penting dari proses spiritual.
“Tajen bukan perjudian, tapi simbol keseimbangan kosmis dalam upacara Hindu Bali. Harus ada pembedaan antara tajen ritual dan tajen liar,” tegasnya.
Pihaknya pun mendorong adanya regulasi yang jelas, agar tajen yang bersifat adat tetap bisa berlangsung tanpa menabrak hukum negara, sementara praktik sabung ayam yang bermotif ekonomi dan perjudian tetap diberantas.
Perlu Payung Hukum Khusus
Saat ini, sabung ayam secara umum masih masuk dalam kategori ilegal berdasarkan hukum pidana, terutama bila dikaitkan dengan unsur taruhan. Namun, celah masih terbuka jika praktik tersebut bisa dibuktikan sebagai bagian dari pelaksanaan adat dan tidak melibatkan unsur ekonomi komersial.
DPRD Bali pun mendorong sinkronisasi antara hukum adat dan hukum nasional, dengan usulan agar pemerintah pusat mempertimbangkan UU Perlindungan Budaya Tradisional sebagai dasar legalisasi tajen dalam konteks tertentu.
“Jika tarian sakral, upacara ngaben, dan sesajen diakui sebagai warisan budaya, maka tajen dalam ruang ritual pun selayaknya mendapatkan pengakuan yang sama,” tambahnya.
Respons Masyarakat: Pro dan Kontra
Tak pelak, dukungan terhadap legalisasi sabung ayam ini menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat adat dan tokoh spiritual menyambut baik langkah ini, karena merasa nilai-nilai budaya Bali sering disalahpahami oleh hukum nasional yang terlalu formalistik.
Namun, kelompok pecinta hewan dan aktivis anti-perjudian menyuarakan keprihatinan. Mereka khawatir legalisasi akan membuka ruang untuk penyalahgunaan, di mana praktik tajen dikemas secara budaya namun dijalankan dengan motif komersial terselubung.
Menuju Solusi Kompromi?
Di tengah tarik ulur tersebut, sejumlah pengamat hukum menyarankan adanya “zona khusus budaya” di mana kegiatan seperti tajen bisa diatur dan diawasi dengan ketat. Ini memungkinkan pelestarian budaya berjalan tanpa benturan hukum, dengan syarat pelaksanaan harus terikat pada waktu, tempat, dan kepentingan adat yang spesifik.
Wacana legalisasi sabung ayam di Bali membuka ruang dialog yang lebih luas: bagaimana hukum nasional bisa berjalan seiring dengan kekayaan budaya lokal. Bagi masyarakat Bali, tajen bukan sekadar permainan, tapi ekspresi spiritual dan penghormatan terhadap leluhur. Kini, tantangannya adalah bagaimana menjembatani antara pelestarian budaya dan perlindungan hukum, agar keduanya bisa berjalan beriringan tanpa saling menegasikan.
Karena budaya bukan untuk diadili—melainkan untuk dipahami dan dijaga.